How’s My Marriage?

Warning:

Dilarang protes untuk segala konten di dalam blog saya! Karena namanya juga ibu-ibu. Judul ama isi tulisan ga pernah nyambung! 

Punya waktu 30 menit untuk ngomongin kehidupan pernikahan kami sebelum suami pulang kerja. Cukup deh ya buat rumpik. Hhmm, rasanya campur aduk, seakan tidak percaya bahwa kami telah terikat dalam sebuah pernikahan. Banyak artikel yang mengatakan bila kehidupan pernikahan akan sangat jauh berbeda dengan pacaran. Tidak sepenuhnya benar, karena saya merasa masih kaya pacaran aja tuh! anak denial jangan ditiru. Seringkali ketika kami bercengkerama, saya tertegun menyadari bahwa saat ini saya sudah menjadi istri. Bagaimana saya tidak merasa lupa, jika suasana yang tercipta masih saja seperti saat kami pacaran. Gelak tawa yang tetiba berganti nangis-nangis ngambek. Salah sendiri pacaran ama akuuu. Tuh kan lupa lagi *sigh*.

Akan tetapi memang, seiring berjalannya waktu, kami akan dikejutkan dengan bakat terpendam satu sama lain yang bikin kesel setengah mati. Bayangkan, belum genap dua bulan kami menikah, saya sudah memiliki daftar sifat suami yang bikin bete!. Kayanya dia juga punya deh, cuma diem-diem aja. Anak introvert gitu, palingan juga dipendem, dibawa nangis di pojokan.

Well, intinya dua bulan menikah ini tidak hanya diisi dengan hal-hal yang menyenangkan saja. Terutama menyangkut masalah keuangan *ujungujungnyaduit*. Jadi suami ini memiliki kebiasaan untuk tidak disiplin mengatur keuangan. Sedangkan sebagai mantan pegawai kelurahan saya terbiasa menjalankan sesuatu sebagaimana tata tertib administratif. Dia ga pernah ngomong sih, tapi kayanya dia shock waktu saya membuat lembar excel yang berisikan pemasukan dan pengeluaran keluarga kami hahaha. Yah antara shock dan bahagia kali yah, soalnya beberapa waktu kemudian dia memposting status fesbuk mengenai betapa beruntungnya dia punya that profit and loss report. Tapi ga tau lagi kalau cuma pencitraan.

Sebenarnya yang saya lakukan ini bukan tanpa dasar. Saya menjadi saksi nyata, bagaimana tiap jam 05:30 pagi, dia sudah harus meninggalkan rumah dan baru kembali kepelukan saya pada pukul 03:00 sore. Saya ga mau donk, kalau hasil kerjanya terbuang sia-sia.

Sedikit curhat deh, ditempat tinggal saya yang sekarang, padang pasir bernama Abu Dhabi. Segala-gala mahal bok!. Eh gak segala-gala juga denk, disini yang mahal tuh tempat tinggal ama sekolah. Berhubung kami belum punya anak, jadi ya aman deh. Memang mahal atau murah itu sifatnya relatif, kalau situ gajinya ratusan ribu dirham, bacanya ga usah diterusin dan segera tinggalkan blog saya !!!! #pakebacksoundJRENGJRENGalasinetronnyapunjabi *padahal aslinya sirik*.

Sebagai salah satu manusia yang terbiasa dimanjakan ibu pertiwi, saya jadi suka agak sebel lihat kencur yang harganya 21 ribu/100 gram, secara dirumah tinggal petik. Tapi wajar sih, mengingat tanah disini yang kering dan gersang masih untung ada kurma  yang berbaik hati tumbuh di padang pasir. Bicara mengenai bahan makanan warga Asia, so far lebih banyak di dominasi oleh produk dari Thailand. Dear Bapak Pejabat yang berwenang “Apa kabar Indonesia?”

Kapan-kapan saya coba posting tentang tempat ini yang ternyata not as bad as I thought. Namanya kapan-kapan ya beneran kuapan-kuapaaaaan yah gaesss!

Note:
Palingan kalau suami baca postingan ini, dia bakalan pasang hashtag #istrimengong sebagai bentuk cintanya gemesnya *wink*. Btw, ini nih blog-nya my lovely hubby link, pria melankolis yang sukses bikin saya klepek-klepek.

a Mate Shows the Lighter Side of Destiny

Hari ini tepat satu bulan setelah hari pernikahan saya. Saya menikah dengan pria yang sudah saya kenal sejak tahun 2011. Sama sekali tidak terbayang dalam hidup saya untuk menikah dengannya. Kami berkenalan melalui perantara seorang teman di depan kantin karyawan. Itu saja. Saat itu saya sudah memiliki komitmen dengan seseorang, begitu pula dengannya. Perkenalan itu kemudian lenyap tak berbekas.

Saya seorang sarjana ilmu informasi yang mengidap adiksi tinggi terhadap berbagai jenis bacaan. Linkedin sebagai situs jaringan sosial-profesional menjadi jembatan yang mengantarkan informasi mengenai keberadaannya pada saya. Tulisannya yang random namun terstruktur memikat rasa ingin tahu saya. Layaknya candu, postingan demi postingan tidak pernah saya lewatkan. Iya, saya teracuni oleh tulisannya. Sayangnya seiring berjalannya waktu, konten yang ada di blognya makin tidak bermutu. Sehingga saya-pun melupakannya. Masih banyak blog lain yang lebih berkualitas keleusss.

Di awal tahun 2014, di suatu siang yang terik dan di jam kantor, saya men-tweet quote dari seorang teman. Saya tidak menujukan tulisan itu pada siapapun. 100% untuk diri saya sendiri.

“Everything happens for a reason, but sometimes the reason is because you are stupid and you make a bad decision”

Dan dia me-ReTweet-nya. Terlintas dalam kepala saya “Oh orang ini masih hidup”. Karena kabar terakhir yang saya dengar, dia mendamparkan dirinya ke tengah padang pasir dan parahnya sekarang saya juga ikut terdampar kesini (-__-).

Bakat kepo saya seolah terpancing untuk mencari tau apa yang terjadi dengannya. Melalui blog-nya tentu saja. Dan saya tertawa terbahak-bahak ketika menemukan jawaban atas kondisinya saat ini. “Makanya kalau jatuh cinta jangan lebay, mampus deh lu ditinggal pujaan hati”. Iya, saya memang jahat, judes, ada masalah?.

Jadilah saya mem-bully dia melalui chat yang makin hari makin intens. Sebenarnya tindakan mem-bully dan mentertawakan penderitaannya tidak lepas dari kejadian yang menimpa saya sebelumnya. Gagal menikah. Secara tidak langsung, sebenarnya saya mentertawakan dirinya sekaligus mentertawakan diri sendiri.

Semakin intens percakapan yang kami bangun, entah mengapa saya merasa terlalu nyaman. Dan jika diteruskan mungkin saja akan menjadi bumerang bagi kami berdua. Saya menyampaikan bahwa tidak wajar rasanya bila rasa ketergantungan dalam hubungan pertemanan ini menjadi sedemikian kuat. Saya bermaksud mengakhiri semuanya. Berdiskusi secukupnya. Tapi alam bawah sadar kami sama-sama menolaknya. Entah mengapa terus berlanjut. Saya yakin betul, saat itu saya belum mencintainya. Boro-boro cinta, sayang aja enggak. Tapi jika Allah sudah berkehendak, mampukah kami yang cuma manusia ini menentangnya?

Di bulan Maret 2014, dia pulang ke Indonesia. Saya memperkenalkannya pada Papa dan Mama. Pikiran saya cuma satu, jika boleh ya syukur bisa dilanjut. Jika tidak, ya mumpung belum terlalu dalam. Berakhirlah…

Ternyata orang tua menyerahkan segala keputusan pada saya.

Dan disinilah saya sekarang, terduduk didepan laptop. Menunggunya pulang dari kantor sambil tetap melakukan apa yang menjadi kegemaran saya. Membaca, menulis, memasak, melamun dan whatsapp-an dengannya. Praktis tidak ada yang berubah dalam kehidupan saya, ga tau kalau dia.

Mungkin akan banyak anjing menggonggong yang berkomentar ini-itu, tapi mau sampai kapan kami peduli pendapat orang lain? Dari kami hanya ada niat baik, cukup Allah yang mengetahui. Kami sebagai khafilah cukup berlalu dan mengusahakan yang terbaik.

So baby, please just stand by me and hold my hand 🙂

a Letter for my Husband

Entah mengapa, saya selalu menekankan pada suami bahwa mungkin saja Tuhan akan memanggil saya lebih dahulu. Ketika pembahasan ini dilakukan, biasanya dia terdiam dan berkata “nanti aku ikut memey” atau “nanti memey ajak aku ya”. Memangnya bisa?

Saya bukan memiliki indra ke-enam atau tetiba mendapat kiriman email dari malaikat maut. Hanya terbersit saja pemikiran itu. Saya merasa perlu menekankan padanya, bahwa jika nanti saya tiada, saya tidak mau dia jatuh dan hancur untuk kesekian kalinya. Dia tetap harus menyelesaikan tugasnya dengan baik. Tugasnya sebagai ayah dari anak-anaknya, anak-anak kami. Bahkan jika saya harus dipanggil sebelum kami memiliki buah hati.

Mungkin alay, mungkin juga lebay hahaha. Hampir seluruh pemikiran saya tercurah untuknya. Bayangkan, dalam kondisi tidur-pun, yang datang dalam mimpi saya adalah dia. Padahal saat bangun tidur, yang saya jumpai juga dia. :D.

Saya merasa, bukan tidak mungkin Allah cemburu dengan semua ini. Dalam doa, kadang saya mohon ampunan padaNya. Takut jika cinta saya pada dia melebihi cinta padaNya, tapi bukankah berbakti pada suami merupakan salah satu jalan mencintaiMu?. Saya mencintainya karena Allah. Itu saja.

Jadi, jika benar nanti aku yang mendahuluimu, tolong jangan lupakan cinta kita dengan terus mencintai penciptaku ya sayang ❤

Cara Mengurus Residence Visa UAE-Abu Dhabi

Tulisan ini saya persembahkan buat rekan-rekan yang masih bingung mengenai tata cara mengurus residence visa UAE, khususnya di Abu Dhabi. Terlebih, tidak semua perusahaan menyediakan visa untuk keluarga, misalnya kantor suami saya. Oleh karena itu yang menjadi sponsor saya untuk mendapatkan residence visa adalah suami.

Baiklah, ringkasan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengurus residence visa Abu Dhabi bisa ditemukan di blog saya yang baru yah. Klik disini

Buat yang lagi mengurus visa residence, selamat berjuang yah! proses panjang dan melelahkan tapi bukan berarti ga bisa dilalui. Beberapa hal yang bikin ribet karena beberapa petugasnya agak terbatas dalam berbahasa Inggris, jadi dalam menyampaikan proses/tahapan yang harus dilalui terkadang kurang jelas. Terkadang mereka akan memanggil temannya dulu untuk menjelaskan kepada kita hehehe. Jadi sekalian sama latihan sabar dan dinikmati aja setiap prosesnya.
Akhir kata, semoga tulisan saya bisa membantu yaaa.

Tomatensoep Meatballen

Setiap malam, saya dan suami memiliki agenda pillow talk. Obrolan ngalor ngidul, mulai dari kondisi politik di Indonesia *ceileh* hingga kehidupan masa kecil kami.

Di keluarganya, hubby merupakan cucu pertama laki-laki dari anak laki-laki pertama. Tidak mengherankan jika kemudian mengaku-ngaku menjadi cucu kesayangan Opa dan Oma-nya. Hampir setiap liburan ia selalu pergi ke Jakarta, jadi wajar saja jika ada beberapa masakan Oma yang di kangenin, salah satunya sup merah. Tapi rasa sup merah yang di ceritakan hubby kayanya ga seperti yang biasanya mama bikin untuk saya deh, mengingat Oma-nya yang holland spreken, sepertinya ini sup merah ala western gitu.

Setelah hunting resep sana-sini, jadi juga sup merah yang dimaksud. Ternyata memang beda resep sih, walaupun bahan utamanya tetaplah tomat. Kata hubby sih rasanya more than delicious hahaha.

Tomatensoep Meatballen by @AyuTanimoto

“Tomatensoep Meatballen”

Bahan:

1 buah bawang bombay, cincang
3 buah wortel, potong dadu
2 buah tomat, potong dadu
100 gram kacang polong
2 buah sosis, potong dadu bay leaf
200 gram daging giling untuk meatball
100 gram jamur kancing, iris tipis
100 gram pasta tomat
200 ml saos tomat
1 sendok teh thyme egg
1 sendok teh bay leaf
1 sendok teh pala bubuk
1 sendok teh merica bubuk
2 sendok makan bawang putih goreng
2 sendok makan butter
1500 ml air kaldu
2 sendok makan terigu
Garam dan gula secukupnya

Cara membuat:

Campur daging giling, terigu dan beri sedikit garam, bentuk bola-bola kemudian rebus dalam air panas, tiriskan jika sudah mengapung.
Panaskan butter, tumis bawang bombay, pasta tomat dan saos tomat. Jika sudah berubah warna masukkan wortel dan tomat. Tumis hingga matang
Masukkan air kaldu dan tunggu hingga mendidih, masukkan sosis, jamur, meatball, jamur kancing dan kacang polong, didihkan kembali
Tambahkan thyme, bay leaf, pala, merica, dan bawang putih goreng. Tambahkan garam dan gula sesuai selera.
Untuk mengentalkan sup, tambahkan larutan terigu kedalamnya. Sajikan selagi panas.